Tag Archives: perkawinan

MENIKAH UNTUK BAHAGIA

Siapa pun di mana pun kalau ditanya pilih karir atau keluarga, jawabannya sudah bsa ditebak: keluarga! Apalagi klo diingat betapa besar waktu, usaha dan biaya yg tlh dihabiskan untuk sebuah resepsi pernikahan yg hanya berlangsung tak lebih dri 2 jam. Itu sudah cukup menggambarkan betapa penting arti sebuah keluarga.
Tapi, kalo ditanya setelah menikah berapa besar waktu yg dihabiskan utk klrga ketimbang di kantor dalam sminggu; mgkin sbgian bsar org akan mnjawab secara diplomatis ; yg penting quality time, bkn quantity. Benarkah? Apa itu bukan hanya jawaban ‘pelarian’ alias excuse alias ngeles?
Pertanyaannya lgi, berapa besar waktu, usaha dan biaya yg telah kita habiskan utk persiapan mental sebuah pernikahan sebelum dan sesudah ijab kabul? Pernahkah anda mengikuti sebuah seminar atau workshop pernikahan yg bsa menyelamatkan pernikahan anda utk jangka panjang? Pernahkah anda belajar meningkatkan kemampuan dan kompetensi komunikasi antar suami istri?
Mungkin anda lebih mudah menjawab pertanyaan berapa besar biaya yg anda habiskan utk peningkatan kemampuan dan kompetensi kerja anda.
Kembali lagi ke pertanyaan tadi; pilih keluarga atau karir?

5 Januari 2013, di Aula Gedung BPPT tak kurang dari 800 org terperangah dgn pertanyaan2 seperti itu. Yg melontarkan pertanyaan2 ini adalah seorang marriage counselor, Indra Noveldy (@noveldy), dalam seminar bertajuk Gala Seminar Diamonds Love (#seminarnikahnoveldy).
Para peserta tak hanya seperti ditampar2 dgn pertanyaan spt di atas, tpi jga oleh pertanyaan; seberapa yakin kta tahu bahwa kehidupan pernikahan orangtua kita selama ini bahagia. Jangan2 mereka hanya bertahan demi menjaga perasaan anak2 saja dan mengorbankan perasaan mereka sndiri. Kabar buruknya; hal itu menciptakan alam bawah sadar bgi kehidupan perkawinan anak2nya kelak. “children see, chldren do . . . “.
Banyak lgi ‘tamparan2’ dri Noveldy yg membuat org yg mendengarnya bereaksi beragam, mulai dri mengernyitkan dahi, menitikkan air mata, mendehem hingga galau tingkat dewa.
Kabar baiknya ; Semuanya ditampung dalam sebuah buku karya pertama Noveldy berjudul “Menikah Untuk Bahagia” yg diluncurkan dalam acara tersebut.
Buku dan seminar spti ini sepatutnya sudah ada sejak lama. Sebelum fakta saat ini bahwa Indonesia menduduki tempat pertama di Asia Pasifik utk kasus perceraian. Sebelum kisah Bupati Garut, sebelum kisah2 para artis dan sederet kisah tragis lainnya dari sebuah pernikahan . . .
Tapi, sperti kata pepatah ‘lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali’, kehadiran Noveldy dan bukunya di awal 2013 patut disyukuri.
Kita memang perlu lebih banyak belajar bagaimana membangun sebuah keluarga yg kuat. Bukankah bangsa yang besar dibangun dari keluarga2 yg kuat dan langgeng? Bukan hanya dari perekonomian dan usaha yg kuat dri org2 yg karirnya meroket.
Selamat Noveldy! Kami butuh ‘tamparan’ anda lebih sering lagi. ***